stereotype dalam iklan shampoo


STEREOTYPE DALAM IKLAN SHAMPOO (Sunsilk)
Seperti yang telah diketahui bahwa iklan cenderung membangun realitasnya sendiri dengan mengeksploitasi nilai-nilai (bukan hanya sekedar nilai guna) yang dimiliki oleh sebuah produk. Nilai-nilai yang mereka konstruksi tersebut tidak jarang juga mengandung manipulasi keadaan yang sebenarnya, agar memperoleh respon yang kuat dari banyak orang. Oleh karena itu, makna yang dibentuk dari sebuah produk melalui iklan, bukan hanya sekedar didasarkan pada fungsi dan nilai guna barang, tetapi sudah dimasuki nilai-nilai yang lain, misalnya citra diri indidvidu, gaya hidup sekelompok orang, dan kepuasan.
Sekilas Opini Penulis
Dulunya iklan hanya dimuat melalui media cetak secara offline dan kemudian disebarluaskan dalam bentuk koran maupun yang lainnya akan tetapi masyarakat Indonesia (khususnya perempuan) pada saat itu juga sulit mengakses pendidikan (untuk kelas tertentu) bahkan kebanyakan adalah tuna aksara dan beberapa diantaranya juga bersikap bodo amat mengenai pendidikan dan memilih untuk kerja domestik, maka dapat dipastikan sasaran serta target konsumen dari iklan tersebut adalah elit atau orang-orang berkelas baik yang telah menikah maupun yang belum menikah. terlepas dari semua itu, sugesti yang dibangun dalam iklan tersebut antara lain adalah dengan mempunyai rambut lemas, berkilau, dan halus akan membuat ia tampil percaya diri karena “cantik”   dan dengan begitu ia akan mendapat simpati dari lawan jenisnya. selain itu, penulis juga menyimpulkan bahwa pendekatan yang dipakai ialah dengan cara memanfaatkan Relasi Kuasa.  
#HanyaUntukBersenang-senang
Ada pula pergeseran makna atau image kecantikan dari waktu ke waktu yang sengaja dibuat untuk kepentingan ekonomi tentu saja. Iklan yang disampaikan melalui media massa memiliki peran yang sangat besar dalam memproduksi bahkan mereproduksi arti kecantikan. Dalam kebanyakan iklan, wanita dikatakan cantik apabila ia muda, berkulit putih, wajah mulus tanpa jerawat, berambut hitam lurus dan tidak berketombe, dan memiliki tubuh yang langsing. Secara tidak langsung iklan pun membentuk atau memperkuat image perempuan “cantik”. Permasalahannya, iklan tersebut dengan kontras menghapus perbedaan antar sesama manusia, dengan tak kasat mata telah memojokkan pihak lain (perempuan khususnya). Produksi monopolistik modern tidak pernah sekedar produksi barang tetapi produksi hubungan dan juga produksi perbedaan.

Daftar Pustaka
Baudrillard, J. P. (2011). Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Yanti Dwi Astuti. 2016. MEDIA DAN GENDER (Studi Deskriptif Representasi Stereotipe Perempuan dalam Iklan di Televisi Swasta). Diakses pada 6 September 2019 melalui http://ejournal.uin-suka.ac.id



Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS SEMIOTIK IKLAN LE MINERALE